Padzikiran Kasumedangan Uyut Gumilar Prawinegara (alm)

Kasepuhan Wasisatu Rd. Gumilar Prawinegara (alm)

MENUJU CAHAYA ALLAH (NUR ILLAHI)
===========
Apakah sesungguhnya cahaya Allah itu? Perlu dipahami bahwa jika sinar matahari itu terdiri dari sinar yang beraneka warna dan setiap sinar mempunyai gelombang sendiri, maka sinar Allah yang diturunkan atas Nabi Muhammad saww. Terpencar pula menjadi 6666 sinar (ayat) yang tersusun menjadi kitab suci yaitu Al Qur’an. Setiap ayat memiliki gelombang sendiri-sendiri, yang panjang gelombangnya dapat ditetapkan dari bentuk dan susunan ayat tersebut. Sebagai kata kunci, tak ada yang mampu menandingi al-Qur’an, karena Kalam Allah ini sarat dengan dimensi keilmuan dan kecerdasan. Itulah yang menjadi tumpuan hakiki dari segala ilmu di Jagat Raya seisinya, itulah “Ulul Abrar”. Adapun penjelasan tentang cahaya Allah itu didalam Al Qur’an Surat An-Nur di jelaskan :

"ALLAAHU NUURUSSAMAAWAATI WAL’ARDHI MATSALU NUURIHII KAMISYKAATIN FIIHAA MISHBAAHUN ‘ALMISHBAAHU FIIZU JAAJATIN. A’ZZUJAAJATU KA’ANNAHAA KAWKABUN DURRIYUN YYUUQADU MIN SYAJARATIN MMUBAARAKATIN ZAYTUUNATIN’LLAASYARQIYYATIN WALAA GHARBIYYATIN YYAKAADU ZAYTUHAA YUDHII’U WALAW LAM TAMSHASHU NAARUN. NUURUN ALAA NUURIN. YAHDILLAAHU LI NUURIHII MAN YYASYAA’U. WA YADHRIBU ‘LLAAHU ‘AMTSAALA LINNAASI WA LLAAHU BIKULLI SYAI’IN ALIMUN". (Q.S. AN-NUR : 35)

Artinya : Allahunur (Allah Cahaya) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada PELITA besar. Pelita itu didalam kaca, dan kaca itu seakan-akan bintang yang BERCAHAYA seperti Mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu Pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur dan tidak pula disebelah barat. Yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. CAHAYA DI ATAS CAHAYA (Yang berlapis-lapis), Allah membingbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Pada Ayat di atas, dijelaskan mula-mula dinyatakan bahwa Allah merupakan Cahaya langit dan bumi. Disitu telah dijelaskan bahwa cahaya Allah itu seolah-olah sebuah lubang yang berisi PELITA (Lampu), dikatakan seolah-olah karena keberadaan Allah itu tidak dapat digambarkan seperti apapun. Tak ada yang menyerupai Allah, meskipun (Allah) tidak bisa diserupakan tapi perlu perumpamaan untuk memudahkan manusia me-Ma’rifatinya (Mengenalnya).

Dalam perumpamaan itu disebutkan bahwa Cahaya-Nya itu seolah-olah Lampu yang ada disebuah Lubang yang ditutup kaca, yang kacanya itu sendiri memancarkan cahaya gemerlapan seperti bintang di langit. Sumbu itu dinyalakan dengan minyak Zaitun yang tidak tumbuh di timur maupun di barat, bahkan minyaknyapun ber-Cahaya, meski tanpa sentuhan Api.

Adapun arti dari pada lampu dalam Ceruk (Lubang) yang ditutupi kaca itu, kalau di pahami secara mendalam“ sebagai hati yang jernih” Artinya apa?, Allah adalah Cahaya di atas Cahaya, dan dirinya di lukiskan sebagai cahaya langit dan bumi, dan diri-Nya di lukiskan sebagai cahaya langit dan bumi, dan cahaya ini ter-Manisfestasikan (terpantul/mewujud) dalam HATI (Qalbu) yang jernih dan kemilau, dan hati yang demikian merupakan wujud dari Al-Islam, Al-Iman dan Al-ihsan, yang jika ketiganya berada dalam keseimbangan, maka yang terpancarkan adalah Al-Ikhlas.

Al Islam, Al Iman, dan Al Ihsan yang sudah menjadi Al Ikhlas yaitu suatu wujud ke-Ikhlas-an hidup secara nyata bukan basa basi, karena merupakan minyak dari hati yang jernih itu. Minyak yang demikian tidak berasal dari pemikiran timur dan barat, tetapi berasal dari pusat kebenaran yang UNIVERSAL (Al-Haqqu Mubin), Yaitu Allah sendiri, minyak demikian juga mengeluarkan cahaya meskipun belum disentuh api, meski minyak itu belum di aktifkan, kerena itu jangan heran bila dibeberapa ayat yang lain disebutkan bahwa hanya orang-orang yang hidupnya dipenuhi ke-Ikhlasan yang tidak dapat di sentuh ataupun digoda oleh Iblis, bukankah iblis sendiri adalah symbol nyata dari Api. Semua pintu masuk yang tersedia buat iblis tertutup bagi orang-orang yang dipenuhi ke-Ikhlasan.

Allah adalah Cahaya diatas cahaya, itulah perumpamaan bagi Allah. Dia bagaikan CAHAYA, DIA menerangi, DIA yang menjadikan semua yang tersamar jadi jelas, Yang benar jadi tampak, Yang gelap tersingkir, dan Cahaya-Nya itu di atas ribuan lapisan Cahaya, maka hanya orang yang berkehendak kuat menuju Cahaya-Nya yang ditunjuki-Nya. Jadi keliru sekali orang-orang yang mengatakan bahwa Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki Allah, dan jika demikian berarti Allah berbuat sewenang-wenang kepada makhluknya, dan berarti Allah tidak Rahman-Rahim, padahal Allah telah menetapkan Rahmat bagi segenap ciptaanNya, yang menghendaki Cahaya-Nya, yang akan dituntun untuk mendapatkannya. Dari sebuah Hadist kita ketahui bahwa Allah memancarkan Cahaya dari Cahaya-Nya, terwujudlah Nur Muhammad, nah dari Nur Muhammad inilah Allah menjadikan Alam Semesta, dan sebenarnya dari Nur Muhammad inilah proses pemancaran Cahaya yang berlapis-lapis, sehingga terwujudlah (terbentuk) JAGAT RAYA, sebagaimana yang ada sekarang ini.

Hal ini tidak diragukan lagi dari sudut Fisika modern, ternyata apa yang disebut materi (benda-benda), sebenarnya merupakan perwujudan dari Cahaya. Cahayalah yang dapat kita saksikan dalam ber-Meditasi dan Shalat, ketika kembara pikiran sudah berhenti. Warna cahaya yang tampak oleh Pe-Zikir. Ada yang melihat Cahaya pertama kalinya, cahaya berwarna merah, kuning, hitam dan cahaya putih. Ada yang melihat pertama kalinya, cahaya biru, ungu dll. Semakin Intens (Khusyu) ber-Zikir, semakin hilang warna warni itu, bahkan kita tidak menyadari bahwa kita sedang ber-Zikir atau ber-Meditasi, yang ada ialah keheningan dan kesenyapan.


☼ PENCAPAIAN KEPADA “NUR ILLAHI”
==========
Pencapaian kepada Kurnia Allah, dalam istilah Ma’rifat orang-orang terdahulu disebut dengan Neng, Ning, Nung, Nang, dan hal ini sama sekali berbeda dengan istilah-istilah di dalam ilmu Tasawuf, tapi dalam prakteknya sangat dominan dan diikuti oleh berbagai kalangan, baik dari kalangan tasawuf sendiri maupun dari kalangan Filsafat.

Adapun pencapaian Zikir Menurut Kitab Tertua Ini.

PENCAPAIAN TAHAP PERTAMA “NENG”
Diambil dari kata Meneng yang berarti Diam yaitu sikap duduk yang tak bergerak kesana kemari. Ini harus dilatih, bukan karena kita bisa melakukan secara tiba-tiba, mula-mula kaki mungkin terasa kesemutan atau ada rasa penat, atau mungkin terasa nyeri. Tapi dengan kehendak yang kuat, pada latihan-latihan berikutnya, rasa penat, nyeri dan kesemutan itu akan hilang, perhatian kita dengan mata terpejam menjadi terkonsentrasikan dan terpusatkan. Dalam keadaan diam total ini akan terungkapkan berbagai manifestasi pikiran yang tak pernah terpikirkan dalam kesadaran.

PENCAPAIAN TAHAP KEDUA “NING”
- Diambil dari kata Wening / Bening, dimana dalam keadaan kondisi ini kita masuk ke alam hening/jernih. Yang kita saksikan adalah cahaya terang, sejuk, tak berwarna. Suasana jernih, sunyi senyap, tak ada apapun yang mengusik, seolah-olah kita Fana (lenyap), tapi kita menyadari bahwa itu Fana !, ini bukan karena kita mengosongkan pikiran, atau dalam istilah Sufi disebut Hal. Kondisi ini muncul karena tarikan Allah, bukan karena di upayakan dalam kondisi Fana ini. Sebenarnya pe-Zikir telah membuka pintu hati dan pikirannya untuk kehadiran Allah. Dalam keadaan Hening tak ada lagi ilusi atau rekayasa pikiran, tak ada angan-angan dan khayalan. Pikiran dan hati tak bergerak !, sehingga terciptalah layer kosong, lalu, apa yang terjadi ?, Ya Allah sendiri yang akan memancarkan isyarat pada layar yang bersih itu, Allah sendiri yang akan mengisikan lukisan pada hati yang bening itu, dalam kondisi demikianlah sebenarnya terjadinya proses peng-Ilhaman / proses peng-Wahyuan dalam kategori ke-Nabian.

Jalan Neng, Ning dan Zikir-Pikir sebenarnya untuk mencapai tujuan untuk mendapatkan Hidayah dari Allah, yang dalam bahasa Qur’an Surat An-Nur (24) : 35 disebutkan : “YAHDILLAAHU LI NUURIHII MAN YYASYAA’U”. Yang artinya : Allah memberi petunjuk kepada Cahaya-Nya, terhadap orang-orang yang menghendaki petunjuk itu, dilanjutkan pada Qur’an Surat An-Nur (24) : 36, dimana dalam ayat ini dijelaskan, bahwa orang yang sungguh-sungguh menuju Cahaya-Nya akan dibimbingNya untuk memasuki rumah-rumah yang diperkenankan Allah untuk di mulyakan. Adapun maksud rumah yang dimulyakan adalah Hati yang bersih atau Al-Qalbu Salim (Hati yang damai). Dan dalam hati yang damailah Allah senantiasa di ingat dari pagi hingga petang. Allah di ingat sepanjang hari baik ketika mata dalam keadaan melek, maupun terpejam Allah selalu disebut dalam keadaan bangun maupun tidur, yang demikian itu hanya dapat dipenuhi oleh orang-orang yang mencapai Maqom Rijalah yaitu orang-orang yang mempunyai pendirian dan keyakinan yang kokoh.

- Dan setelah melampaui tahap “Hening” atau “Pikir”, pe-Zikir memasuki tahap berikutnya, yaitu “NUNG” ia menjadi manusia Dunung artinya tahu arah dan tujuannya. Tahu makna hidup dirinya, kalau diumpamakan sebagai orang yang membeli emas dan bukan loyang, kalau makan yang tahu apa yang di makan, gizi apa yang diperoleh dari makanan tersebut. Jadi bukan sekedar ramai-ramai mengikuti doktrin atau didikte oleh orang lain.

- Bila seseorang sudah tahu arah yang ditujunya, maka Tahap terakhirnya adalah “NANG”. Ia yang telah sampai pada tahap “Nang”, tentu saja memiliki kewenangan untuk mengambil langkah ke arah yang hendak dicapainya itu. Seperti halnya kita sudah tahu ke Jakarta, maka kita punya kewenangan untuk memilih jalan mana yang harus saya lalui, dan menggunakan kendaraan macam apa. Dengan melatih program “Neng, Ning, Nung, Nang” ini, akan terciptalah suasana batin yang tenang, karena semuanya menjadi jelas, oleh karena kita telah di tuntun Allah menuju Cahaya-Nya.


PENCAPAIAN ILMU SEJATI
Hakikat Ilmu Sejati atau sejatiningg ngelmu, "LUNGGUHE CIPTA PRIBADI, PUSTINING PANGESTINIRA GINELENG DADYA SAWIJI, WIJANGING NGELMU DYATMIKA NENG KAHANAN ENENG-ENING".

Yang Artinya : Hakikat ilmu yang sejati itu terletak pada Cipta pribadi, adapun maksud dan tujuannya adalah disatukan adanya. Lahirnya ilmu unggul hanya dapat dicapai dalam keadaan sunyi dan jernih.

Yang dimaksud ilmu unggul disini adalah pengetahuan murni, yang terlahir dari kreasi pribadi, yang lahir dari satunya tekad dan tujuan, serta hanya dapat diperoleh dalam keadaan sunyi sepi dan pikiran yang jernih. Karena ilmu itu tersembunyi di kedalaman Jiwa. Untuk mendapatkan ilmu sejati, manusia harus sunyi dari pamrih, harus bening pikirannya, bebas dari segala kedengkian, sehingga Qalbu betul-betul diam, tak ada gemerisik. Hati dan pikiran menjadi satu, sehingga tak ada lagi konflik batin, maka dalam kondisi yang sepi dan tenang ini mengalirlah ilmu dari kedalaman pribadi, mengetahui kenyataan panca indera tak berfungsi, mengetahui bukan karena kata orang lain dan bukan pula karena membaca buku-buku.

Dan jika hati sudah sampai pada kebenaran, sehingga hati sudah terbebas dari berbagai macam penyakit dan kotoran yang telah sirna dari badan, mencegah segala keburukan, bagaikan tubuh yang bersinar, dan yang demikian itu jika telah sampai pada luar dan dalamnya, akhirnya seimbang bersih, jernih, tanpa campuran. Akhirnya dapat dikatakan lenyap sudah sifat awam manusianya.


TUJUAN HIDUP 
Tujuan hidup kita adalah Selamat, yang juga mempunyai makna Widada yaitu selamat dimana saja dan kapan saja, hingga selama-lamanya. Suatu keselamatan yang bebas dari ruang dan waktu. Karena itu konsep Neraka dan Sorga pada mulanya tidak dikenal, konsep yang ada dan digunakan adalah Rahayu, dalam konsep ini terkandung kebenaran, keselamatan, kebaikan, dan ketepatan. Jadi kehidupan yang rahayu adalah hidup yang teratur, tertib, sejahtera, sehat, indah, dan penuh kebajikan.

Hidup di dunia ini hanya untuk meminum air (kehidupan), hanya datang untuk minum, dengan minum itu kita mempunyai tenaga untuk melanjutkan perjalanan, Perjalanan kemana ? Perjalanan ke kehidupan Sejati ! hidup yang tidak tersentuh oleh kematian, yang dalam istilah Islam disebut Akhirat, dan akhirat sebenarnya tidak harus datang setelah alam raya ini hancur. Karena akhirat yang sebenarnya adalah “keadaan” yang bisa di alami sekarang ini, ia tidak terikat waktu, bukan dulu atau nanti. Karena hidup sekarang ini merupakan wahana (Jalan) untuk menuju kekehidupan sejati, hidup yang rahayu, maka dalam hidup sekarang ini, manusia harus tahu dulu pintu-pintu atau jalan yang harus dilewati. Harus mengetahui dengan benar air yang di minum, jangan sampai minum air yang kotor atau mengandung racun.

Adapun jalan yang harus dilewati/ dilalui itu adalah Jalan Hati, Hati yang bisa mencapai kebenaran, hati yang demikian itu harus bebas dari berbagai penyakit atau kotoran, tanpa pamrih dalam bertindak, tidak dengki dan mendengki, Hati yang pemaaf, Sombong.., sudah jauh-jauh harus ditinggalkan, tidak dumeh, tidak mentang-mentang berkuasa atau punya kuasa, lalu berbuat semaunya. Tentunya jika hati sudah lurus itu tercermin dalam perilakunya, tercermin tutur katanya, terepleksi dalam cahaya wajahnya, terpantul dalam suaranya ketika berbicara!.

Dalam kondisi hati yang jernih seseorang akan dapat melihat jalan hidup yang harus di laluinya. Dengan hati yang tulus, kita yang sekarang hidup di alam dunia ini, harus berusaha mengetahui rahasia alam. Rahasia alam yang paling rahasia adalah pintu-pintu kematian, setiap seseorang menyadari bahwa dirinya pasti mati.

Nir = 0, Ling = 1, Lang = 2, Na = 3, Ra = 4, Wang = 5, An = 6, Wa = 7, Ru = 8, Ga = 9. LingGa = 1 - 9 (wujud).

Wang (wong) = 5 (gumulungna lima anasir : Sari Pwah Acining Seuneu, Sari Pwah Acining Angin, Sari Pwah Acining Cai, Sari Pwah Acining Bumi + Roh) = 0.


Konsep Nihil / Kosong (0) Dalam Kajian Kasumedangan

Sering kali pengertian dari pada nihil ini adalah ketiadaan 100%, padahal ia adalah ruang untuk menampung keadaan. Oleh karena itu konsep suwung atau mengosongkan diri / among raga dalam Kasumedangan bukan menghilangkan wujud keadaan seluruhnya, tapi secukupnya saja sesuai dengan volume yang dibutuhkan saat hendak menginput sesuatu.

Nihil / kosong / suwung dalam hitungan Sumedang (Angkasadriya) disebut NIR yang artinya SUCI, mengosongkan = mensucikan atau membersihkan dari kotoran atau hal yang dianggap tidak baik dari wadag / kurung tanpa meniadakan wadag / kurungnya, cukup isinya yg dianggap kotor dan tidak baik saja, maka dalam proses pengosongan / pensucian bukan berarti nge-BLANK tak ada sesuatu sama sekali, yang Suci yang inti dan sejati tidak ikut hilang, karena itu Sumber segala yang Ada maujud menjadi keadaan.

Maka istilahnya bukan mengosongkan fikiran tapi memusatkan seluruh Kesadaran, tunggalnya Kesadaran itu yang kemudian menjadi Wihdatusyuhud yang bertajalli pada Sang Wajibul Wujud fi wujudihi ladzii laa maojuuda illa Huwwa.




0 adalah bulatan / garis tanpa putus yang berarti siklus berkesinambungan, terus menerus dan itulah yg disebut Khuldun (kekal) itu, tapi sebenarnya lingkaran kekekalan itu memiliki satu Inti yang disebut titik Pusat yang disebut Kun Dat yang dikelilingi oléh Khuldun / garis siklus tanpa putus tadi.

Titik itu lah Kun Dati Kala-M (Pena) Sang Pencipta penulis Jagat Raya, ialah Shiroth bagi A'yan Tsabitah (Ketetapan) medal menjadi A'yan Khurija dan maojud (lahir dan menjelma).
Mengosongkan = Mensucikan diri guna menemukan Sang Inti Dati untuk kemudian Tajalli kepada yang Maha Sejati.

Oleh karena itu Lambang NIR (Nol) Kasumedangan dilambangkan dengan lambang seperti Embrio melingkar (Air Mani memusar) / MUSEUR menuju satu titik pusat


Sahadat Cipaku Darmaraja
Sang Kuncung Batara Wenang,
sanika ku AllooH langit ngait jagat rapak,
tarima badan kaula sirna Adam,
Hu Allooh, Hu AllooH, Hu AllooH, Hu Allooh,
laa ilaHa illallooH muHammaddarosulullooH.


Ieu mangrupikeun aosan tarekah kasumedangan kenging sesepuh wasisatu Uyut Gumilar Prawinagara (alm), mung disarankeun ibak heula di 7 cai kahuripan, aosanana dzikirna dihandap ieu : 


1. Bismillah     10 X (bade dipanjangkeun lapadna Bismillahirrahmanirrahim sumangga bade aosan pendek bismillah sumangga)
 
2. Nurullah      10 X

3. Sirrullah      10 X

4. Datullah       10 X

5. Sifatullah    10 X

6. Asmaning Allooh, 1 X (nyebat Allooh, panjang sahalus jalanna nafas)

7. Wujudullah   10 X

8. Yaa Hu            10 X

9. Yaa Bani        10 X

10. Rosul Salam  10 X 

11.  Maos Al Fatihah   1 X 

12. Tarik nafas 2 kali pondok, sakali panjang sakuatna, teras meneng / menekung, bari ngaos Allohu Alloh, Allohu Alloh, Allohu Alloh salilana sakuatna, dina "jero hate' anu pinuh ku rasa ka ikhlasan, teu gurung gusuh, fokuskeun antara pikiran, rasa jeung hate, sumarambah kanu geutih jeung daging...

 
Mugia ieu padzikiran nganjantenkeun Rahayu bagja waluya hirup waras jati sampurna,  kersaning Gusti Nu Maha Suci. Rahayu... rahayu....rahayu

laa ilaaha illallah laa maujuda illallah, laa maqsuda illallah, Laa ma'buda hu haq illallah.

Bray caang neda, padang caang dina tungtung Ati, ku ngucap Asmaning Allooh. geusan netepkeun dina katunggalan wujud Gusti nu Maha Suci jadi jelma anu manut kana rasa panceg pageuh lalakon, dina diri anu cageur, dina adat anu bageur, dina polah anu bener, dina pangarti anu pinter sangkan pinanggih ti lulur.



KEGELAPAN BAGI ORANG YANG JAUH DARI CAHAYA ALLAH
Orang yang mengingkari kebenaran, berada dijalan Thagut, dan sekaligus menjadikan Thagut sebagai pelindung mereka. Thagut akan mengeluarkan mereka dari Cahaya, menuju DZULUMAT, yakni kegelapan. Kata “Dzulumat” seakar kata dengan Zalim / lalim yaitu perbuatan yang menyakitkan atau merugikan, baik terhadap orang lain maupun dirinya sendiri. Karena itu “Dzulumat” diterjemahkan kegelapan, dengan demikian orang yang mengabdi pada Thagut ialah orang yang hidup diwilayah yang gelap. Ditempat yang gelap manusia tak akan mampu mengetahui arah, tak akan bisa membedakan sesuatu yang menguntungkan / yang merugikan. Tak akan tahu mana yang benar dan mana yang salah, dani itulah wilayah Thagut. Jadi di daerah yang gelap, meski mata tidak buta tapi tak akan bisa melihat, meski telinga tidak tuli, tapi tak akan dapat menuntun ke sumber kebenaran. Lain halnya dengan orang yang menjadikan Allah sebagai pelindungnya. DIA mengeluarkannya dari kegelapan kepada Cahaya-Nya. “YUKHRIJUHUM MINAL DZHULUMATI ILLAL’ NUR” (DIA-lah yang mengeluarkan mereka, yang menjadikan Allah sebagai pelindung dari kegelapan menuju CAHAYA).


MENJAUHI THAGUT
Makna Thagut berasal dari kata Arab. Thagut (ﻄﺎﻏـﻮﺖ) yang berasal dari kata Thagha yang artinya : Melewati atau melampaui batas-batas yang sebenarnya. Dalam hidup di dunia ini ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar, agar manusia selamat. Pada mulanya batas itu bersifat alami !, batas-batas yang bebas dari kepentingan politik maupun golongan. Batas ini sudah dipasang oleh Allah, baik di alam dunia ini maupun pada diri manusia.

Batas-batas di alam yang merupakan faktor penentu bagi lingkungan hidup, lingkungan hidup yang benar, ya bila di daur energi yang lengkap ada didalamnya. Ada binatang, ada tumbuhan, baik pepohonan, semak, maupun rumput-rumputan. Ada kecukupan lingkungan abiotik, seperti cahaya, udara dan air. Lha kalau batas-batas ini dirusak yang artinya mengikuti Thagut berjalan ke dunia gelap, contoh nyatanya orang yang mengikuti Thagut adalah orang yang memerintahkan penebangan hutan tanpa memperhitungkan keselamatan masyarakat, mereka yang punya wewenang untuk mencegah, tapi malah membiarkan terjadinya penebangan liar juga termasuk penyembah Thagut.

Di alam ada batas-batas, pada diri manusia juga ada batas-batas, lapar dan kenyang adalah batas-batas alami pada diri manusia, kalau lapar dan tidak diisi makanan yang cukup, akan terjadi kelaparan, kalau sudah kenyang dan tidak berhenti makan maka akan terjadi kekenyangan yang selanjutnya mengundang penyakit. Tetapi yang paling berbahaya adalah Hawa Nafsu atau keinginan. Batas keinginan amat Abstrak, sehinga ada ungkapan “hanya keimginan manusia yang tak ada batasnya”, manusia harus dapat mengerem keinginan, kalau tak di erem, maka keinginan itulah yang merupakan wujud sejati dari Thagut. Adanya keinginan melahirkan kepentingan, keinginan atau hasrat manusia merupakan sumber segala penderitaan manusia. Tapi tanpa keinginan yang kuat keserakahan tak akan ada kesuksesan dalam hal apapun Keinginan tidak untuk dimusnahkan akan tetapi dikendalikan, kalau tidak di kendalikan, maka manusianya yang akan dikendalikan oleh keinginan hawa nafsunya.


Arti Hawa Nafsu sebenarnya???
Hawa artinya jatuh, tenggelam atau keinginan yang kuat tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Mengikuti Hawa Nafsu berarti memperturutkan keinginan tanpa pikiran akan dapat menjatuhkan diri kedunia hampa, dunia yang tidak kekal, dunia yang penuh kegelapan. Karena itu dari segala macam jenis berhala, yang paling berbahaya bagi manusia adalah mempertuhankan kepada Hawa Nafsu, alias Thagut lihat Q.S. 25 : 43 dan Q.S. 45 : 23. Jangan sampai keimanan gugur gara-gara secara tak sadar kita ber-Tuhankan pada hawa nafsu kita sendiri.

Thagut berasal dari kata Thaga, Thaghi, Thagiya yang artinya melampaui batas-batas yang telah ditetapkan. Bukankah alam raya ini dibangun oleh Allah dengan ukuran Qadar yang tepat. Ada tumbuhan ada batas, begitu juga didalam diri manusia ada batas-batasnya. Jadi inti hidup ber-Agama adalah mengingkari Thagut, menolak ber-Tuhan pada Hawa Nafsu. 

Adapun Jenis Thagut yang ada di jaman sekarang adalah Penyembahan kepada Kekuasaan, Kekayaan, Kecantikan, Kedudukan, Pangkat dan Jabatan, serta Uang. Karena uang pada jaman sekarang ini adalah merupakan segala-galanya. Adanya orang kaya karena uangnya, begitu juga adanya orang miskin karena uang, Mereka kaya karena banyak uangnya, dan mereka miskin karena sedikit uangnya. Maka hanya merekalah yang ber-duit yang akan menjadi Tuan dan Tuhan bagi si miskin yang tidak ber-Tuhan kepada Tuhan Yang Sebenarnya.

Dulu Nabi Muhammad SAWW diutus untuk membasmi para penyembah Thagut, mereka ditaklukan bukan karena mereka itu menyembah patung dalam pengertian lahiriah, bukan demikian!. Tetapi mereka itu menyembah patung yang ada di dalam hatinya. Penyembah Thagut, mengapa patung mereka disekitar Ka’bah dihancurkan???

Karena patung-patung itu sudah dikaitkan dengan kekuatan Thagut dalam diri mereka. Nah Thagut yang disembah oleh mereka para elit-elit Quraes itulah yang dihancurkan. Oleh karena patung-patung sudah menjadi symbol kekuasaan Thagut, sudah diberhalakan!!! sehingga tatanan masyarakat Quraes hancur, masyarakatnya rusak, mentalitasnya lemah, maka patung-patung itu pun perlu dihancurkan. Itu semua yang membuat masyarakat Quraes pra Islam disebut masyarakat Jahiliah.


Dalam masyarakat Jahiliah, manusia tidak dimanusiakan, kemiskinan dan perampokan meraja lela, dunia yang diciptakan Allah dengan segala keindahannya dikorupsi. Keadilan hanya omong kosong! itu yang menyebabkan bencana alam datang silih berganti dengan berbagai macam bentuknya. Sehingga dunia sudah menjadi neraka, kalau demikian lha apa ya bisa menjadi Sorga???

Pengguron Pegajahan Thoriqoh Syyatariyah di Cirebon



Pangeran Mohammad Arifudin Purbaningrat di Lahirkan pada tahun 1908 M di Kaprabonan, Wafat th 1976 M di Pegajahan Cirebon dan dikebumikan di Astana Gunung Sembung Gunung Jati, sekaligus Pendiri Pengguron Pegajahan Cirebon, beliau adalah putra dari Rama Guru sebelumnya yaitu Pangeran Mohammad Appiyah Adikusuma II dan bergelar Kanjeng Pangeran Syaikh Mohammad Nurullah Badridin bin Pangeran Adikusuma Adiningrat Syaikh Mohammad Habibudin Kanjeng Raden Kaprabonan.

Semasa hidupnya beliau menghabiskan sisa umurnya untuk mendakwahkan ajaran Thareqat Agama Islam, khususnya Thareqat Syyatariyah, sebagaimana Ajaran Thareq yang diajarkan para Nabi dan Waliyullah, Ikhwannya hingga ke seluruh Nusantara terutama wilayah terbesarnya di Ciamis, Tasikmalaya, Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu Jawabarat dan Banyumas, Cilacap Jawa Tengah.

Sepeninggal  Alm. Pangeran Mohammad Arifudin Purbaningrat, Pengguron Thareqat Agama Islam Pegajahan Cirebon diteruskan oleh putranya, yaitu Pangeran Mohammad Nurbuwat Purbaningrat yang bergelar Kangjeng Pangeran Syaikh Mohammad Nurullah Makmurudin, yang dilahirkan pada tahun 1945 M, hingga saat ini meneruskan pengajarannya dan berkembang.


Pengguron Islamiyah mempunyai 3 corak :
1. Pengguron 
Guru-guru Pengguron disebut Syaikuna / Rama guru. Siswanya terdiri atas pria dan wanita berumur sejak akil baligh hingga dekat habis umur dan disebut murid. Mereka (para murid) tidak mondok seperti para santri di pesantren. Para murid hanya sewaktu datang ke Pengguron dan menginap beberapa hari untuk menerima wejangan agama Islam serta pergaulan yang baik dengan sesama manusia dan loyal kepada pemerintah yang sah, juga menjauhi yang bersifat atheis. Pada waktu tertentu misalnya bulan Syawal, Maulud dan Rajab.Pengguron tidak memiliki struktur organisasi, tidak ada iuran untuk tiap bulannya dari para murid. Tetapi para murid hanya membawa sekedar natura dan sedekah uang semampunya untuk mematangi natura tersebut dan dimakan bersama dengan gurunya selama mereka menginap di Pengguron (yang datang dari luar daerah). 

2. Pesantren
Guru-guru Pesantren disebut Kyai, siswanya pria dan wanita disebut Santri, mereka mondok seperlunya di Pesantren. 

3. Madrasah (Universitas Islam adalah kelanjutan dari Madrasah).
Guru-guru di Madrasah disebut Ustad, siswanya pria dan wanita dan disebut murid, mereka belajar di kelas sambil duduk di bangku menghadapi papan tulis layaknya murid sekolah.


Sejarah Pengguron
Misi Agama Islam Awal mula di tanah Jawa khusunya bagian barat pada abad Ke 13 tepatnya di daerah Karawang Terdapat Pengguron Agama Islam pertama yang didirikan seorang Syekh yang bernama Syekh Quro Karawang. Dan Misi Agama Islam di Cirebon oleh Syekh Dzatuk Khafi (Syekh Nurjati) bertempat di Gunung Jati. Mereka datang dari tanah Mekkah al mukaromah dan Badgdad bertujuan untuk berdagang sekaligus menyebarkan Agama Islam yang sebelumnya di Tanah Jawa dimayoritaskan beragama Hindu dan Budha, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Adapun di tanah Jawa bagian Tengah dan Timur visi dan misi Penyebaran Agama Islam dibawa oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Ampel.

Pengguron atau disebut juga sebagai Perguruan Agama Islam ini dalam berjalannya waktu berkembang menjadi Pengguron Thareqat dan Pesantren. Dan pesantren berkembang menjadi madrasah atau universitas Islam.

Pengguron-Pengguron Cirebon telah bershistoriscet / mempunyai hak sejarah sekitar 600 tahun. Sekitar tahun 1420 M datanglah serombongan pedagang dari Baghdad yang dipimpin Syekh Nurjati. Oleh Ki Gedeng Tapa, Syekh Nurjati diijinkan menetap dan tinggal di kampung Pasambangan yang terletak di Gunung Jati. Dia berdakwah, dan ajaran Islam berkembang begitu cepat. Itulah awal mula Gunung Jati sebagai Pangguron Islam. 

Muridnya diantaranya adalah Raden Walangsungsang dan adiknya, Ratu Rarasantang, serta istrinya Nyi Endang Geulis. Keduanya adalah putra Raja Pajajaran, Raden Pamanahrasa (Prabu Siliwangi) dengan Nyi Mas Subanglarang putri Ki Jumajan Jati, Syahbandar Pelabuhan Muara Jati. Karena pengaruhnya yang sangat besar bagi masyarakat sekitar, Syekh Idlofi juga disebut Syekh Dzatul Kahfi (sesepuh yang mendiami gua) atau dengan sebutan lain Syekh Nur Jati (sesepuh yang menyinari atau menyiarkan Gunung Jati).

Setelah dianggap mumpuni, Raden Walangsungsang bersama adik dan istrinya diperintahkan oleh Syekh Nurjati agar membuka hutan untuk dijadikan pedukuhan yang lokasinya di selatan Gunung Jati. Setelah selesai babat alas, pedukuhan itu disebut Tegal Alang-Alang. Raden Walangsungsang sebagai penerus pengguron islam diangkat sebagai Kepala Dukuh dengan gelar Ki Kuwu dan dijuluki Pangeran Cakrabuana dan atas perintah Syekh Nurjati, Cakrabuana dan Rarasantang pergi ibadah Haji, sementara istrinya yang lagi mengandung tetap di Caruban. 

Pedukuhan kemudian diserahkan ke Ki Pengalang-Alang (Ki Danusela). Di Mekkah, keduanya bermukim beberapa bulan di rumah Syekh Bayanillah. Rarasantang kemudian disunting oleh seorang pembesar Kota Isma’iliyah Mesir bernama Sulton Syarif Abdillah bin Nurul Alim dari suku Bani Hasyim. Rarasantang kemudian berganti nama Syarifah Muda’im. Dari perkawinan ini lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.

Pengguron di teruskan oleh Raden Walangsungsang di Pengguron pasambangan Gunung sembung dan yang pada saat itu juga menjabat sebagai Ki Kuwu Cerbon dan diberikan gelar Haji Abdul imam Pangeran Cakrabuwana. Murid-murid beliau sangatlah banyak di dukung dengan status perekonomiannya sangatlah pesat. Pedukuhan Caruban yang berkembang pesat kemudian diganti namanya menjadi Nagari Caruban Larang. Negeri ini diresmikan oleh Prabu Siliwangi - meskipun secara prinsip Raja Pajajaran ini kurang berkenan atas tindakan anaknya tersebut dan Pangeran Cakrabuana diberinya gelar “Sri Manggana“. 

Pangeran Cakrabuana lalu membangun Istana Pakungwati, sesuai nama puterinya yang lahir ketika dia masih di Mekkah. Untuk kunjungan tetapnya ke Syekh Nurjati, Pangeran Cakrabuana Ki Kuwu Cerbon membangun tempat peristirahatan yang disebut pertamanan Gunung Sembung. Lokasinya berada di sebelah barat Gunung Jati, jaraknya sekitar 200 m. Pada akhirnya pertamanan ini menjadi pemakaman pendirinya berikut keturunannya. 

Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Nyi Ratu Pakungwati. Tahun 1479M, Cakrabuana yang sudah berusia lanjut digantikan oleh keponakan sekaligus menantunya yaitu Syaikh Syarif Hidayatullah dinobatkan menjadi Panetep Agama dan Kepala Negara, Syaikh Syarief Hidayatullah bergelar Susuhunan Jati Cirebon menjadi Kepala Negara sekaligus menjadi penetap Panata Agama di Cirebon, dan bergelar  ”Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panata Agama Auliyai Allah Kutubid Khalifatur Rasulullah Saww, dan pada saat inilah Keraton / kesultanan Cirebon mengalami Kemajuan yang sangat pesat dalam Pemerintahan yang berbasis Agama Islam dan seterusnya dilanjutkan oleh Panembahan.

Pada era Panembahan Ratu Girilaya II wafat, Kesultanan Cirebon terpecah terbagi 2 yang diteruskan oleh kedua putranya yaitu Sultan Syamsudin Kesepuhan dan Sultan Badrudin Kanoman. Sultan Badrudin Kanoman mempunyai Putra Sulung / Putra mahkota Pangeran Raja Adipati Kaprabon yang kalungguhanya adalah menjadi Sultan untuk pengganti ayahandanya di Keraton Kanoman, tetapi Pangeran Raja Adipati Kaprabon tidak bersedia diangkat sebagai Sultan di Kanoman, beliau lebih tertarik mendalami Agama Islam, khususnya Thareqat Agama Islam. Beliau ingin meneruskan wasiat Sunan Gunung Jati dalam penyebaran Agama Islam.

Lalu beliau berinisiatif mendirikan untuk meneruskan Pengguron yang pada masa sebelumnya. Pengguron berada di dalam Keraton dan dengan persetujuan Ayahandanya dan diberilah sebidang tanah di sebelah Timur alun-alun Keraton Kanoman, maka didirikanlah sebuah bangunan sebagai pusat Perguruan (pengguron) Thareqat Agama Islam. Dan untuk seterusnya di sebut dengan kaprabonan (mengambil nama dari Pangeran Raja Adipati kaprabon). Pengguron Agama Islam berkembang menjadi 2 yaitu Pengguron Thareqat (khusus) dan Pesantren (umum).

Pengguron Thareqat Agama islam Pegajahan Cirebon adalah Sebagai Penerus dari Pengguron Kaprabonan yang pada masa Kanjeng Pangeran Syekh Muhammad Nurullah Akbarudin (P. M. Arifudin Purbaingrat) Pengguron dipindah dan berdomisili di Pegajahan Cirebon pada tahun 1949 M, dan Pengguron Thareqat Agama Islam Pegajahan Cirebon sekarang diteruskan oleh putra dari Kanjeng Pangeran Syekh Muhammad Nurullah Akbarudin (P. M. Arifudin Purbaingrat) yaitu Kanjeng Pangeran Syekh Haji Muhammad Nurullah Makmurudin (P.M Nurbuwat Purbaningrat).


Pengguron tergolong dalam ahlus sunah waljamaah, beramaliah di atas landasan Al Qur’an dan sunah rasul serta dalam ruang lingkup rukun islam ada lima dan rukun iman ada enam, serta "Imtitsalut awamir wa ijjtinabuna’awali" (mematuhi perintah dan larangan-larangan syareat Rasulullah Saww, menunju kepada kebahagian lahir-batin). 

Firman Tuhan dalam Al Qur’an adalah : "Robbana atina fiddunya khasanah wafil akhirati khasanah wakhina adzabannar" yang artinya "yaa Allah berilah kami kenikmatan hidup di dunia dan akhirat dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka". Dan Seyogyanya pula kita berpegangan Kepada orang-orang bijak terdahulu yakni : "Watamassak bil Qur’anil ‘aduim wa sunnah rosulillahi karim tahtandu wa tatsbudu’ala sirotillahil mustakim" yang artinya "Berpeganglah Anda kepada Al Qur’an yang agung dan sunnah Rasulullah yang mulia, maka niscaya akan ditunjukan dan dikokohkan atas jalan yang lurus". 

Disamping itu ahli Pengguron Pegajahan Cirebon khususnya mengamalkan "Thareqat Syyatariyah" untuk menuju pembangunan manusia seutuhnya dalam derajat Insanul Kamil atau manusia sempurna.

Thareqat Menurut rama Guru Kangjeng Pangeran Syekh Haji Muhammad Nurullah Makmurudin yaitu suatu jalan untuk menuju hakekat hidup yang membawa manusia diharapkan menjadi lebih baik optimis dan dinamis dalam mengarungi kehidupan.

Thareqat Syyatariyah adalah Ilmu Ketauhidan, Thareqat Syyatariyah adalah sebuah nama thareqat sebagai balasanillahi kepada muslim dan muslimat yang membaca surat Al Fatihah sebanyak 17 kali sehari semalam. Dalam Shalat 5 waktu. Dalam surat Al-fatihah terdapat ayat-ayat yang bunyinya demikian : "ih dinas sirotol mustaqim, sirotol ladzina an’amta alaihim, ghiril maghdlubi’ alaihim waladholin". Yang berarti "Tunjukanlah Kami pada jalan yang lurus jalan yang mereka tuhan beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang Allah SWT murkai dan yang sesat. Jalan yang lurus adalah bermakna lurus kepada mardhotillah / surga duniawi ukhrowo ialah yang tercapai oleh nabi, wali dan mukmin serta terhindar dari jalannya mereka yang dimurkai sesat".


A. Riwayat dan silsilah Thareqat Syattariyah
Riwayat Thareqat Syyatariyah adalah kala Nabi muhammad Saw sedang mendirikan sholat lima waktu pada akhir salamnya terdengar ada yang membalas salamnya waalaikum’salam,ternyata yang membalas salamnya adalah seorang pemuda yang tampan sempurna, ini adalah penjelmaan malaikat jibril As yang turun menyerahkan amalan Thareqat Syatoriyah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Kemudian beliau membaiat Thareqat kepada Ali ra dan Siti Fatimah ra.

Rasulullah Nabi Muhammad SAW saat menjawab pertanyaan Ali bin Abi thalib setelah selesai shalatnya :

Ali bertanya : "Ya nabi tunjukanlah daku thuruq yang sedekat-dekatnya dan semulia-mulianya kepada allah yang semudah-mudahnya dikerjakan oleh hamba". 

Nabi menjawab : "Ali hendaknya engkau selalu berdzikir dan ingat kepada Allah, secara terang-terangan atau dalam hati". 

Kata Ali : "Tiap orangt berdzikir, sedang aku menghendaki dari engkau khusus untukku". 
Nabi saww menjawab : "Sebaik-baik perkataan yang aku ucapkan dan yang telah diucapkan oleh nabi-nabi sebelumku ialah kalimah Laa ilaha ilAllah’ tiada tuhan selain allah, jika ditimbang dengan timbangan, pada sebelah imbangan ditumpukan tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan pada timbangan yang lain di letakkan kalimah Laa’ ilaha ilAllah, pasti timbangan yang memuat kalimat tersebut itu lebih berat dari pada yang lain". 

Kemudiaan Rasulullah Nabi muhammad SAW membaiat Thareqat Syyatariyah kepada Syyauidina Ali Ra dan Siti Fatimah Ra. Sebagaimana thareqat pada umumnya, thareqat ini memiliki sanad atau silsilah para washitah yang bersambung kepada Rasulullah nabi Muhammad Saww. Atas petunjuk Allah SWT, menujuk Ali bin Abi Thalib untuk mewakilinya dalam melanjutkan fungsinya sebagai Ahl Adz dzikr, tugas dan fungsi kerasullanya. Dan kemudian Ali bin Abi Thalib menyerahkan risalahnya sebagai ahl Adz Dzikir kepada putranya, Husein bin Ali, dan demikian seterusnya hingga sekarang. Thareqat inipun pada abad ke - 14 dipopulerkan / dinisabkan oleh Abdullah As-Syatar. Thareqat Syattariyah tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun. 

Thareqat ini dianggap sebagai suatu thareqat tersendiri yang memiliki karakteristik-karakteristik tersendiri dalam keyakinan dan praktik. Nisbah asy-Syattar yang berasal dari kata syatara, artinya membelah dua, dan nampaknya yang dibelah dalam hal ini adalah kalimah tauhid yang dihayati di dalam dzikir nafi itsbat, la ilaha (nafi) dan illAllah (itsbah), juga nampaknya merupakan pengukuhan dari gurunya atas derajat spiritual yang dicapainya yang kemudian membuatnya berhak mendapat pelimpahan hak dan wewenang sebagai Washitah (Mursyid). Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian spiritual tertinggi, kemudian juga dipakai di dalam Tarekat Syattaryah ini. Syattar dalam tarekat ini adalah para sufi yang telah mampu meniadakan zat, sifat, dan af'al diri (wujud jiwa raga).


B. Amalan dan Dzikir Thareqat Syyatariayah Agama Islam Pegajahan Cirebon 
Thareqat Syattariyah amalannya adalah Dzikir kalimah toyibah ialah LAA ’ILAHA ILALLAH ba’da sholat Subuh dan Isya, setelah dzikir tersebut diatas ditambah dengan dzikir itsbat ILLALLAH, ALLAH HU dan ditutup dengan mengucapkan HU KHAYUN DA' IM. 

Sebagamanai Firman Allah SWT : "Yaa ayuhaladzina amanudz kurullaha dzikron kastsiron. Wasabihu hu bukrotan wa’asyilan". Yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah (dengan menyebut Nama Allah), Dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-NYA di waktu Pagi dan Petang". (QS. Al Ahzab : 41 - 42)

Thareqat Syatariah mengajarkan tentang tata cara pelaksanaan dzikir,didalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan dzikir yang jumlahnya lebih banyak dari pada ayat-ayat yang menjelaskan tentang shalat,zakat dan sebaginya. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan dzikir (secara luas) memiliki kedudukan yang cukup penting dibanding ibadah-ibadah yang lainnya. 

Dzikir dalam thareqat Syattariyah dilakukan dengan Jahar (Bersuara) dan Sirri / khafi (dalam Hati), pembacaan dzikir secara bersuara merupakan ibadah yang lazim dikerjakan dan cukup diketahui dasar-dasarnya oleh kebanyakan umat Islam, dan ini didasarkan pada firman Allah : "Berdzikirlah kau dengan Hatimu secara merendahkan diri dan rasa takut, dzikir itu tidak diucapkan secara lisan" (QS. Al A’Raf : 205) dan didasarkan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Baihaqi sebagai berikut : "Dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat itu lebih utama dari pada dzikir bersuara, dengan perbandingan satu banding tujuh puluh".


Dzikir Dalam Thareqat Syattariyah 
Aturan-aturan berdzikir : Perkembangan mistik thareqat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah SWT di dalam HATI, tetapi tidak harus melalui tahap fana’. Penganut Thareqat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah itu sebanyak gerak napas makhluk, akan tetapi jalan yang paling utama menurut thareqat ini adalah jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan Syattar. 

Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syyatariah, terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar (orang-orang terpilih) dan Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai rahasia-rahasia dzikir. 

Untuk itu ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu dengan membentuk Akhlakul Karimah yaitu dengan cara : taubat, zuhud, tawakkal, qana’ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir dan musyahadah.

Tingkatan dzikir : Pelaksanaan dzikir bagi penganut thareqat Syattariyah dibagi menjadi tiga tataran, yaitu : Mubtadi (tingkat permulaan), Mutawasitah (tingkat menengah), dan Insan Kamil (tingkat terakhir) serta Kamil Mukamil. Tataran ini dapat dicapai oleh seseorang yang mampu mengumpulkan dua makrifat, yaitu ma’rifat tanziyyah dan ma’rifat tasybiyyah. 

Ma’rifat tanziyyah adalah ‘suatu iktikad bahwa Allah tidak dapat diserupakan dengan sesuatu apapun’. Pada makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi batiniah / hakikatnya. Sedangkan ma’rifat tasybiyyah adalah ‘mengetahui dan mengiktikadkan bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar’, dalam ma'rifat ini segala sesuatu dilihat dari segi lahiriahnya.


Silsilah Thareqat Syyatariyah Pengguron Pegajahan Cirebon
Kangjeng Syyaidina Nabi Muhammad Saww =>  Syyaidina Ali ra. => Syyaidina Husaein ra. => Syyaid Janeal Abidin => Syyaid Muhammad Bakir => Syyaid Imam Ja'far As Shidiq => Syyaid Kasim Al kamil => Syyaid Idris =>Syyaid Al Bakir => Syyaid Akhmad => Syyaid Baidillah => Syyaid Muhammad => Syyaid Alwi => Syyaid Ali Gajam => Syyaid Muhammad => Syyaid Alwi (Mesir) => Syyaid Abdul Malik (India) => Syyaid Al Amiir Abdulah =>Syyaid Jalaludin => Syyaid Jamalludin (Kamboja) => Syyaid Nurrul Alim (Mesir) => Syyaid Syarif Abdullah (Sultan Mesir) => Syyaidina Maulana Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati => Pangeran M. Tajul Arifin (Pangeran Pasarean) => Panambahan Sedang Kemuning => Panembahan Ratu I Cirebon => Panembahan Mande Gayam => Panembahan Ratu II Girilaya => Sultan Raja Muhammad Badridin (Sultan Kanoman I Cirebon) => Pangeran Raja Adipati Kaprabon => Pangeran Kusumawaningyun => Pangeran Brataningrat => Pangeran Raja Suleman Sulendraningrat => Pangeran Arifudin Kusumabratawireja => Pangeran AdiKusuma AdiNingrat => Pangeran Mohammad Apiyyah AdiKusuma II => Pangeran Mohammad Arifudin Purbaningrat => Pangeran H. Mohammad Nurbuwat Purbaningrat.


Silsilah Trah Rama Guru Ke Nabi Muhammad SAW
Kangjeng Syyaidina Nabi Muhammad Saww => Siti Fatimah ra. (Istri Syyaidina Ali ra.) => Syyaidina Husaein ra. => Syyaid Janeal Abidin => Syyaid Muhammad Bakir => Syyaid Imam Ja'far As Shidiq => Syyaid Kasim Al kamil => Syyaid Idris => Syyaid Al Bakir => Syyaid Akhmad => Syyaid Baidillah => Syyaid Muhammad => Syyaid Alwi => Syyaid Ali Gajam => Syyaid Muhammad => Syyaid Alwi (Mesir) => Syyaid Abdul Malik (India) => Syyaid Al Amiir Abdulah =>  Syyaid Jalaludin, Syyaid Jamalludin (Kamboja) => Syyaid Nurrul Alim (Mesir) => Syyaid Syarif Abdullah (Sultan Mesir) => Syyaidina Maulana Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati => Pangeran M.Tajul Arifin (Pangeran Pasarean) => Panambahan Sedang Kemuning => Panembahan Ratu I Cirebon => Panembahan Mande Gayam => Panembahan Ratu II Girilaya => Sultan Raja Muhammad Badridin (Sultan Kanoman I Cirebon) => Pangeran Raja Adipati Kaprabon => Pangeran Kusumawaningyun => Pangeran Brataningrat => Pangeran Raja Suleman Sulendraningrat =>  Pangeran Arifudin Kusumabratawireja => Pangeran AdiKusuma AdiNingrat => Pangeran Mohammad Apiyyah AdiKusuma II => Pangeran Mohammad Arifudin Purbaningrat => Pangeran H. Mohammad Nurbuwat Purbaningrat


Silsilah Rama Guru Pengguron Pegajahan Cirebon
Syekh Nurjati / Syekh Dzatul Kahfi => Haji Abdul Imam Mbah Kuwu Cerbon Pangeran Cakrabuwana => Sayyaidina Maulana Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon => Pangeran M. Tajul Arifin  (Pangeran Pasarean) => Panambahan Sedang Kemuning => Panembahan Ratu I Cirebon => Panembahan Mande Gayam => Panembahan Ratu II Girilaya => Sultan Raja Muhammad Badridin (Sultan Kanoman I Cirebon) => Pangeran Raja Adipati Kaprabon => Pangeran Kusumawaningyun => Pangeran Brataningrat => Pangeran Raja Suleman Sulendraningrat => Pangeran Arifudin Kusumabratawireja => Pangeran AdiKusuma AdiNingrat => Pangeran Mohammad Apiyyah AdiKusuma II => Pangeran Mohammad Arifudin Purbaningrat => Pangeran H. Mohammad Nurbuwat Purbaningrat.

Penulis Ziarah ke Makam Syekh Dzatul Kahfi

------------------------------------------------------
Sumber : http://pengguron-pegajahan.blogspot.com

Raihlah Kesucian Hati


Dalam sebuah hadits, Raslullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memandang jasad kalian dan tidak pula wajah kalian tetapi Dia memandang kepada hati kalian (H.R.Muslim).

Hati adalah hakikat manusia, selain itu, hati merupakan tempat jatuhnya pandangan Allah kepada manusia. Tentunya dia akan tidak senang bahkan murka saat memandang hatinya penuh dengan dosa dan dendam. Secara umum, manusia merasakan kebahagiaan saat memandang raut muka seorang bayi.

Hal itu terjadi karena seorang bayi tidak memiliki dosa dan dendam, begitu halnya jika Allah memandang hati manusia terlepas dari dosa dan dendam, maka Dia senang memandangnya, bahkan Dia akan memberikan berbagai anugerah-Nya ke dalam hati.

Dalam Al-Qur'an, Allah Swt berfirman, "Dan bersegeralah kamu sekalian kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) bak di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahmya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan". (QS. 3 : 133-134). 

"Maka disebabkan rahmat dan Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu". (Q.S : 3:159). 

Dari kedua ayat itu, kita bisa memahami bahwa tindakan menafkahkan harta, menahan amarah, memaafkan kesalahan, memohonkan ampunan atas kesalah orang lain adalah tindakan orang terpuji, bahkan Allah Swt sendiri memerintahkan semua itu kepada Nabi Muhammad.

Ketika seseorang meminta kita untuk memaafkan dan mengampuni, maka kita seharusnya memaafkan dan mengampuninya. Janganlah kita tetap bersikukuh untuk tidak memaafkan dan mengampuninya karena jika kita berbuat demikian itu maka hati itu masih penuh dengan dendam. Jadi, jika orang diminta untuk memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain dan ia tidak mau melakukannya, maka celakalah dirinya itu sebab hatinya penuh dengan dendam. Padahal Allah tidak senang memandang hati penuh dengan dendam. Bahkan Dia murka pada hati itu sebab tidak memaafkan dan mengampuni orang lain. Jika kita membandingkan antara kesalahan manusia kepada Allah dan kesalahannya kepada manusia lain, maka kesalahannya kepada Allah tentu lebih besar daripada kesalahannya kepada manusia lain. Meski begitu Dia tetap mau memaafkan dan mengampuni kesalahan manusia. Di sini kita tahu bahwa sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain.

Jika kita merujuk pada penjelasan Al Ghazali, maka konsekuensi tindakan mengampuni atas kesalahan orang lain adalah menutupi kesalahan itu dan tidak menceritakannya kepada siapapun. Maksudnya, jika kita mengampuni suatu kesalahan tapi kita masih saja menceritakannya, maka sesungguhnya kita belum mengampuninya secara sejati, bahkan bisa jadi kita akan terjebak pada kesalahan sebab menceritakan kesalahan seseorang. Jika kita mengampuni kesalahan orang lain, maka kita tidak perlu menceritakan kesalahan itu di hadapan orang lain, dengan begitu orang yang meminta ampunan dari kita akan merasakan kebaikan luar biasa.

Sedangkan konsekuensi dari tindakan memaafkan atas kesalahan orang lain adalah menghapus dendam itu dari hati. Jika kita telah memaafkan kesalahan orang lain tapi hati kita tetap penuh dengan dendam, maka sesungguhnya kita belum benar-benar memaafkan kesalahan itu. Jika manusia tidak bisa memaafkan kepada manusia lain, maka bisa dipastikan hubungan silaturahmi itu akan putus sebab dendam, dengan memaafkan dan mengampuni, kita membuka kembali hati untuk menerima kehadiran orang lain sebagai saudara dalam menjalani hidup di dunia ini.

Jika Allah Swt mau memaafkan dan mengampuni kesalahan manusia, mengapa kita tidak mau memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain? Kiranya kita tidak memiliki alasan untuk tidak memaafkan dan mengampuni. Seperti halnya Nabi Muhammad Saww, kaum Shalih mudah memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain.

Meski begitu, kita perlu memahami motivasi di balik kedua tindakan itu sehingga kita mudah melakukannya.

Motivasi pertama, manusia harus memahami kebaikan Allah Swt kepadanya, motivasi ini memberikan pengetahuan bahwa dirinya banyak berbuat kesalahan kepada Allah dan Dia pun mau memaafkan dan mengampuninya.

Motivasi kedua, manusia harus memahami dirinya dengan jujur bahwa dirinya juga pernah menyakiti hati orang lain tanpa sepengetahuannya. Motivasi ini memberikan pengetahuan bahwa manusia juga membutuhkan maaf dan ampunan dari orang lain.

Dua motivasi itu diharapkan bisa memudahkan kita untuk melakukan tindakan memaafkan dan mengampuni dalam rangka membebaskan hati kita dari dendam.

A`mal Sareng 'Amal

A`mal nyaeta kecap jama` taktsir tina kecap mufrod `Amal hartosna padamelan.

Ari pirang-pirang padamelan (A`mal) eta aya tilu bagean : 
1. A`malul Jawarih nyaeta pirang-pirang padamelan anggahota badan (lahir), sapertos ngangkat panangan nalika takbirotul ihrom, i`tidal, ruku`, sujud, ngucap lafad-lafad anu tangtu dijero ibadah sholat, maos dzikir lisan, orat sareng sanes-sanesna. Padamelan `amal disebat Khidmatul Jawarih, anapon jalmi anu midamel `ibadah anu mung mentingkeun kana padamelan-padamelan anggahota badan (lahir) disebat Ahlul Khidmah Bil Jawarih atanapi Ahluzh Zhahir alias Ahli Syareat.

2. A`malul Qulub nyaeta pirang-pirang padamelan hate (batin) nyatana ngajalankeun `ibadah kalawan sapinuh manah, atanapi tos nengetan (merhatikeun) kaayaan batin, sapertos niat, khusyu` dijero solat, rasa ihsan dijero `ibadah, maos dzikir manah, atanapi tafakkur kalawan manah, ngagungkeun sareng ngarasa syuhud (nyaksikeun wujud sareng padamelan Allah SWT). Jalmi anu tos ngajalankeun pirang-pirang padamelan hate (A`malul Qulub) disebat Ahlul Mahabbah wal Ma`rifah atanapi Ahlul Batin

3. A`malul Asrar nyaeta pirang-pirang padamelan rusiah batin (batinul batin), sapertos dzikir ruh, dzikir sir,  dzikir sirul asar,  dzikir khofi, sareng dzikir akhfa.

Anapon ditingal dina sisi sae sareng awon, `amal kabagi kana dua bagean:”.
a. `Amal sholih, nyaeta padamelan sae. Amal sholih oge ngandung hartos saban perkara anu ngajak sareng ngabantun dina ketaatan ka Allah Swt. atanapi saban padamelan anu ngajajapkeun kana kataatan ka Allah Swt. naha padamelan lahir, batin atanapi batinul batin. Dina hartos umum, `amal sholih nyaeta sadaya padamelan, lahir, batin atanapi batinul batin anu ngabalukarkeun kana perkara anu positip atanapi mere mangpaat. Tujuanna nyaeta pikeun kasalametan di dunya sareng di akherat.

b. `Amal Tholih, nyaeta padamelan jahat. Smal tholih oge ngandung hartos saban perkara anu ngajak sareng mawa dina kadorakan ka Allah Swt. atanapi saban padamelan anu nganteurkeun kana kadorakaan ka Allah Swt. naha padamelan lahir, batin atanapi batinul batin. Dina hartos umum, `amal tholih nyaeta sadaya padamelan,lahir, batin atanapi batinul batin anu ngabalukarkeun kana perkara anu negatif atanapi henteu mere mangpaat. Tujuanna nyaeta pikeun kacilakaan di dunya sareng di akherat tsumma na`udzubillah.

Du'a Sesudah Wirid Lazimah Shobah, Masaa, Wazhifah, dan Haylallah Jum'at


DU`A SESUDAH WIRID LAZIMAH SHOBAH, MASAA, WAZHIFAH, DAN HAYLALLAH JUM`AT
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سورة غافر آية 60 :
وَقَالَ رَبُّكُمُ اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ( 60 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ مُخْلِصًالَّكَ مِنْ قَلْبِيْ بِمَا أَلْهَمْتَنِيْ إِلَيْهِ بِسَابِقٍ فَضْلِكَ وَمِنَّتِكَ ذَاكِرًا لَّكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ
لَا إلَهَ إلاَّ اَنْتَ وَاَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ اَعْطِنِي رِضَاكَ وَ مَحَـبَّـتَكَ
الدّعاء:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَزَمَانٍ وَمَكَانٍ وَنِعْمَةٍ وَسُبْحَانَكَ رَبِّ ْالعَلِيِّ ْالوَهَّابِ، لَا نُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ اَللَّهُمَّ صَلِّّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَصْحَابِهِ كُلَّمَا ذَكَرَكَ وَذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَسَهَى وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ وَذِكْرِهِ ْالغَافِلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتَنَا مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْاَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِى يُبَلِّغُنَا حُبَّكَ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَرَاكَ فِى الدُّنْيَا بِعَيْنِيْ قَلْبِهِ وَفِى اْلآخِرَةِ بِعَيْنِيْ رَأْسِهِ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ تُصِيْبُهُ شَفَاعَةُ النَِّبىِّ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمُ
اَللَّهُمَّ إِلْقَ وَ تَلَاقَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الدُّنْيَا إِلَى اْلآخِرَةِ مَنَامًا وَيَقَظَةً وَمُشَافَحَةً وَلاَحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
اَللَّهُمَّ اَحْيِنَا بِحَيَاةِ ْالعُلَمَاءِ وَاَمِتْنَا بِمَوْتِ الشُّهَداَءِ وَاحْشُرْنَا يَوْمَ ْالقِيَامَةِ فِى زُمْرَةِ ْالاَوْلِيَاءِ وَاَدْخِلْنَا اْلجَنَّةَ مَعَ ْالاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْاَلُكَ تَوْفِيْقَ اَهْلِ ْالهُدَى وَاَعْمَالَ اَهْلِ ْاليَقِيْنِ وَمُنَاصَحَةَ اَهْلِ التَّوْبَةِ وَعَزْمَ اَهْلِ الصَّبْرِ وَجَدَّ اَهْلِ اْلخَشْيَةِ وَطَلَبَ اَهْلِ الرَّغْبَةِ وَبُعْدَ اَهْلِ ْالوَرَعِ وَعِرْفَانَ اَهْلِ ْالعِلْمِ حَتَّى نَخَافَكَ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي ْالآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْاَلُكَ مِنْ خَيْرِمَاسَاَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ سَيِّّدُنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمُ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّمَااسْتَـعَاذَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ سَيِّّدُنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمُ وَاَنْتَ ْالمُسْتَـعَانُ وَعَلَيْكَ ْالبَلاَغُ وَلاَحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ يَارَبَّنَا إِسْتَجِبْ دُعَائَنَا وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا محَُمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ وآخِرُ دَعْوَانَا اَنِ اْلحَمْدُ ِللهِ رَبِّ ْالعَالَـمِيْنَ بِبَرَكَاتِ ْالاُمِّ ْالقُرْآنِ ْالفَاتِحَةِ.................
سـورة الفاتحة مكية وأياتها سبع :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 1 ) اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 2 ) الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 3 ) مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ ( 4 ) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ ( 5 ) إِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ ( 6 ) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ اْلمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ ( 7 ) 
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَاْلخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ النَّاصِرِ اْلحَقِّ بِالْحَقِّ وَاْلهَادِي إِلَى صِرَاتِكَ اْلمُسْتَقِيْمِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ ْالعَظِيْمِ 
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )


BACAAN LAZIMAH SHOBAH DAN MASA SESUDAH NIAT
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة الفاتحة مكية وأياتها سبع :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 1 ) اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 2 ) الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 3 ) مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ ( 4 ) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ ( 5 ) إِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ ( 6 ) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ اْلمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ ( 7 ) 
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَاْلخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ النَّاصِرِ اْلحَقِّ بِالْحَقِّ وَاْلهَادِي إِلَى صِرَاتِكَ اْلمُسْتَقِيْمِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ ْالعَظِيْمِ 
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة المزّمل مدنية آية 20 :
وَمَا تُقَدِّمُوْا لِأَنفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ( 20 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ
أَسْتَغْفِرُاللهَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ 100×
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة الأحزاب 56 :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ( 56 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ وَلِرَسُوْلِكَ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ النَّبِيِّيْنَ وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَ عَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ 100 ×
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة البقرة مدنية آية 152 :
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِيْ وَلاَ تَكْفُرُوْنِ ( 152 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ مُخْلِصًالَّكَ مِنْ قَلْبِيْ بِمَا أَلْهَمْتَنِيْ إِلَيْهِ بِسَابِقٍ فَضْلِكَ وَمِنَّتِكَ ذَاكِرًا لَّكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ
لَا إلَهَ إلاَّ اَنْتَ وَاَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ اَعْطِنِي مَغْفِرَتَكَ وَرَحْمَتَكَ 
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَطْلُوْبَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَعْبُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَقْصُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَوْجُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَشْهُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ 100×
سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ سَلاَمُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )



BACAAN WIRID WAZHIFAH SESUDAH NIAT
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة الفاتحة مكية وأياتها سبع :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 1 ) اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 2 ) الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 3 ) مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ ( 4 ) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ ( 5 ) إِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ ( 6 ) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ اْلمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ ( 7 ) 
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَاْلخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ النَّاصِرِ اْلحَقِّ بِالْحَقِّ وَاْلهَادِي إِلَى صِرَاتِكَ اْلمُسْتَقِيْمِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ ْالعَظِيْمِ 
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة المزّمل مدنية آية 20 :
وَمَا تُقَدِّمُوْا لِأَنفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ( 20 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ
أَسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا إلَهَ إلاَّ هُوَ الْحَيُّ القيُّوْمُ 30×
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة الأحزاب 56 :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ( 56 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ وَلِرَسُوْلِكَ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَاْلخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ النَّاصِرِ اْلحَقِّ بِالْحَقِّ وَاْلهَادِي إِلَى صِرَاتِكَ اْلمُسْتَقِيْمِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ ْالعَظِيْمِ 
50 ×
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة البقرة مدنية آية 152 :
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِيْ وَلاَ تَكْفُرُوْنِ ( 152 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ مُخْلِصًالَّكَ مِنْ قَلْبِيْ بِمَا أَلْهَمْتَنِيْ إِلَيْهِ بِسَابِقٍ فَضْلِكَ وَمِنَّتِكَ ذَاكِرًا لَّكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ
لَا إلَهَ إلاَّ اَنْتَ وَاَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ اَعْطِنِي مَغْفِرَتَكَ وَرَحْمَتَكَ 
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَطْلُوْبَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَعْبُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَقْصُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَوْجُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَشْهُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ 100×
سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ سَلاَمُ اللهِ
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة الأحزاب 56 :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ( 56 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ وَلِرَسُوْلِكَ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الصّلاَةُ جَوْهَرَةُ اْلكَمَالِ :
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ عَلَى عَيْنِ الرَّحْمَةِ الرَّبَانِيَّةِ وَاْليَاقُوْتَةِ ْالمُتَحَقِّقَةِ ْالحَائِطَةِ بِمَرْكَزِ ْالفُهُوْمِ وَاْلمَعَانِيْ وَنُوْرِ ْالاَكْوَانِ اْلمُتَكَوِّنَةِ ْاللآدَمِيَّ صَاحِبِ ْالحَقِّ الرَّبَّانِيِّ اْلبَرْقِ ْالاَسْطَعَ بِمُزُوْنِ اْلاَرْيَاحِ ْالمَالِئَةِ لِكُلِّ مُتَـعَرِّضٍ مِنَ ْالبُحُوْرِ وَاْلاَوَانِيْ وَنُوْرِكَ اللاَّمِعُ الَّذِيْ مَلَأْتَ بِهِ كَوْنَكَ ْالحَائِطِ بِاَمْكِنَةِ ْالمَكَانِيِّ اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ عَلَى عَيْنِ ْالحَقِّ الَّتِىْ تَتَجَلَّى مِنْهَا عُرُوْشُ اْلحَقَائِقِ عَيْنِ ْالمَعَارِفِ ْالاَقْوَمِ صِرَاطِكَ التَّامِ ْالاَسْقَمْ اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ عَلَى طَلْعَةِ ْالحَقِّ بِاْلحَقِّ ْالكَنْـزِاْلاَعْظَمِ اِفَاضَتِكَ مِنْكَ اِلَيْكَ اِحَاطَةِ النُّوْرِ ْالمُطَلْسَمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ صَلاَةً تُعَرِّفُنَا بِهَا اِيَّاهُ 12 ×
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )
سـورة الأحزاب 56 :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ( 56 )
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )


BACAAN WIRID HAYLALAH JUM`AT SESUDAH BACA NIAT (DALAM HATI)
أَللَّهُمَّ إِنِّىْ نَوَيْتُ بِتِلَاوَةِ هَذَا الذِّكْرِ تَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًالَّكَ وَابْتِـغَآءَ مَرْضَاتِكَ وَقَصْدًا لِوَجْهِكَ اْلكَرِيْمِ مُخْلِصًا لَّكَ مِنْ أَجْلِكَ وَأَقُوْلُ بِإِمْدَادِكَ وَعَوْنِكَ وَحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ وَبِمَا وَهَبْتَنِىْ مِنْ إِنْعَامِكَ وَتَوْفِيْقِكَ مُسْتَعِيْنًا بِكَ
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة الفاتحة مكية وأياتها سبع :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 1 ) اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 2 ) الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ ( 3 ) مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ ( 4 ) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ ( 5 ) إِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ ( 6 ) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ اْلمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ ( 7 ) 
أَسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا إلَهَ إلاَّ هُوَ الْحَيُّ القيُّوْمُ 3×
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَاْلخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ النَّاصِرِ اْلحَقِّ بِالْحَقِّ وَاْلهَادِي إِلَى صِرَاتِكَ اْلمُسْتَقِيْمِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ ْالعَظِيْمِ 3×
سـورة الأحزاب 56 :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ( 56 )
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
سـورة البقرة مدنية آية 152 :
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِيْ وَلاَ تَكْفُرُوْنِ ( 152 )
لَبَيْكَ أَللَّهُمَّ رَبِّي وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَهَا أَنَاذَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ الذَّلِيْلُ الْحَقِيْرُ قَـآئِمٌ لَّكَ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقُوْلُ مُسْتَعِيْنًا بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ مُخْلِصًالَّكَ مِنْ قَلْبِيْ بِمَا أَلْهَمْتَنِيْ إِلَيْهِ بِسَابِقٍ فَضْلِكَ وَمِنَّتِكَ ذَاكِرًا لَّكَ إِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ وَتَعْظِيْمًا وَإِجْلَالًا لَكَ
لَا إلَهَ إلاَّ اَنْتَ وَاَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ اَعْطِنِي مَغْفِرَتَكَ وَرَحْمَتَكَ 
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَطْلُوْبَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَعْبُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَقْصُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَوْجُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ لَامَشْهُوْدَ إلاَّ اللهُ
لَا إلَهَ إلاَّ اللهُ 1200× / 2000×
سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ سَلاَمُ اللهِ
سـورة الأحزاب 56 :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ( 56 )
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا
سـورة الصافات 180 - 182 :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ( 180 ) وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ ( 181 ) وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ( 182 )